Sponsor

Kamis, 31 Maret 2011

Mobil Listrik: Benarkah Solusi utk Keterbatasan Energi dan Bebas Polusi?

Rasanya sekitar 3 tahun terakhir, dunia otomotif sedang marak mengeluarkan mobil-mobil listrik, baik itu hybrid (listrik+bensin) atau pun listrik murni. Semua pabrikan, yang mengeluarkan mobil-mobil tersebut, mendengung-dengungkan bahwa teknologi mobil listrik mereka adalah jawaban atas krisis energi (baca: minyak bumi) dan lingkungan.

Sebelum pembahasan lebih lanjut, mari kita lihat teknologi yang diusung mobil-mobil listrik tersebut.



Teknologi Hybrid, adalah teknologi yang memungkinkan sebuah mobil dapat berjalan dengan mesin bensin biasa dan mesin/motor listrik (dari baterai/aki), baik secara bersama-sama atau secara terpisah. Semisal Toyota Prius, mesin listrik bekerja ketika mobil pada kecepatan rendah dan mesin bensin bekerja pada kecepatan tinggi. Baterai/aki untuk mesin listriknya terisi (charging) ketika mesin bensin bekerja dan ketika me-rem mobil (de-akselerasi). Ada generator dan seperangkat sensor dan komputer pada mobil yang memutuskan kapan mesin bensin bekerja, kapan mesin listrik bekerja, dan kapan baterai diisi (charging). Teknologi ini tidak membutuhkan pasokan listrik dari luar, semisal mengisi baterai pada stop-kontak di rumah. Namun kelemahannya adalah, mobil jadi berat karena membawa dua tipe mesin sekaligus.



Teknologi Fuel-Cell, adalah teknologi yang memungkinkan listrik dihasilkan sendiri oleh mobil itu, namun tidak pakai baterai konvensional. Baterainya adalah perbaduan gas hydrogen dan sejumlah sel/panel listrik. Sel/panel2 tersebut akan menghasilkan listrik bila terkena gas hydrogen. Teknologi ini juga tidak memerlukan pasukan listrik dari luar, hanya butuh gas hidrogen. Boleh dikata, dari pada bensin, mesin ini butuh gas hidrogen. Kelemahannya, disamping tidak umum, karena butuh gas hidrogen, ternyata teknologi ini masih mahal.



Teknologi baterai biasa. Mobil memerlukan serangkaian baterai untuk menyimpan energi dari luar (charging). Tipe baterainya masih Litium-ion, sama dengan baterai yang dipakai laptop dan handphone, hanya saja jumlahnya cukup banyak. Kelemahan teknologi ini sudah disebutkan, yaitu butuh pasokan dari luar, di-charge dulu sebelum bisa dipakai. Lama dan berapa jarak tempuh setelah baterai penuh, tergantung efisiensi teknologi masing2 pabrikan.

Sebelum disebutkan disebutkan kelemahan-kelemahan semua teknologi mobil listrik di atas terhadap krisis energi dan polusi, mari kita sebutkan keunggulan-keunggulannya dahulu.

Sunyi alias tidak bising. Benar, karena bising umumnya ditimbulkan dari proses mekanik, di mana pada mobil listrik (ketika mesin listriknya bekerja), satu-satunya proses mekanik yang membuat mobil bergerak adalah di motor listriknya (yang menggerakkan roda). Oleh karenanya, beberapa negara mewajibkan mobil listrik mengeluarkan suara agar para pejalan kaki menyadari ada mobil listrik lewat demi keselamatan semua pihak.

Mudah mengisi 'bahan bakar'. Benar pada mobil listrik dengan baterai saja (selain hybrid dan fuel-cell), karena cuma butuh listrik. Listrik itu mudah didistribusikan dibandingkan dengan minyak/bensin. Jaringan listrik ada di mana-mana termasuk di rumah. Mau mengisi baterai? Tinggal colok ke stop-kontak yang ada.

Nah, sekarang kelemahan, atau lebih tepat adalah mempertanyakan slogan-slogan yang sering didengung-dengungkan.

Teknologi ini bebas polusi, benarkah? Mari kita lihat, ke mana sumber listrik di mana pun berasal? Apalagi kalau bukan pusat pembangkit tenaga listrik, bisa saja PLTA, PLTD (Diesel), PLTGB (Gas Bumi), PLTBB (Batu bara), atau PLTN (Nuklir). Sesungguhnya mobil listrik itu memindahkan polusi ke pusat-pusat pembangkit tenaga listrik, utamanya PLTD, PLTBB, dan PLTN. Memiliki mobil listrik berarti menambah beban dan permintaan daya listrik, utamanya di rumah. Berarti pusat-pusat listrik tersebut perlu menghasilkan listrik lebih banyak lagi, artinya makin banyak bahan yang dibakar (Batu bara, solar, atau Nuklir). Jika yang ada sudah tidak cukup, pasti akan dibuatkan pembangkit baru. Jika tidak ada bahan baku semisal solar dan batubara, pastinya alternatifnya adalah nuklir. Masih ingat soal PLTN Fukushima di Jepang yang bobol akibat tsunami? Betapa besar resikonya! Juga menambah krisis energi ke pihak lain (ke pembangkit listrik tsb).

Mobil listrik harganya masih selangit, di mana dengan harga tersebut, orang masih bisa beli belasan hingga puluhan mobil kelas menengah lainnya. Juga harga tersebut, bisa digunakan untuk membeli bensin sekian juta liter.



Solusi sesungguhnya adalah lebih baik memakai sel tenaga matahari. Gratis. Walaupun memang diakui teknologi sel tenaga listrik ini masih belum bagus. Sepengetahuan penulis, sepertinya belum ada mobil bersel tenaga matahari yang diproduksi masal. Semua masih berupa konsep dan eksperimen.