Sponsor

Senin, 09 Januari 2012

Mengkonversi BBM ke BBG, jadi lebih ekonomis?



Dear Pembaca Setia,

Saat tulisan ini dibuat, marak sekali hiruk pikuk rencana kebijaksanaan pemerintah untuk membatasi penggunaan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (alias Premium) pada mobil-mobil pribadi. Banyak kalangan yang mencoba memberi solusi yaitu menghimbau para pemilik mobil-mobil pribadi untuk menggunakan bahan bakar gas (BBG).

Lho? Kok bisa mobil yang semula pakai BBM jadi pake BBG? Ya bisa atuh. Mobil dipasangkan konverter BBG yang sifatnya bolt-on, tinggal sekrup pada pemasok BBM sehingga mesin bisa menerima BBG. Bahkan bagusnya lagi, bisa switch sewaktu-waktu kembali BBM. Tinggal putar saklar. Jadi, memudahkan para pemilik mobil jika ternyata tidak menemukan Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) terdekat, sementara BBG sudah hampir habis. Demikian sebaliknya, dari BBM bisa kembali ke BBG. Bahkan produk yang digunakan oleh PT Autogas Indonesia, sudah bisa otomatis berpindah dari BBG ke BBM jika sensor mendeteksi gas sudah habis.

Dari soal efisiensi ekonomi? Hmm... di sinilah letak mitos-nya. Khususnya ditinjau dari saya pribadi, keekonomisan BBG masih masuk areal "mitos". Mari saya tunjukan hitungannya:

Saya setiap minggu mengisi BBM seharga Rp 150.000,00. Saya mencampur Pertamax Plus seharga Rp 100.000,00 (dengan Rp 8.700,00/liter maka dapat 11,4 liter) dengan Premium seharga Rp 50.000,00 (dengan Rp 4.500/liter maka dapat 11.1 liter). Jumlah total adalah 22,5 liter.

Dari sisi dana, yang dikeluarkan per bulan adalah 4 x 150 ribu = 600 ribu. Dana per tahun adalah 12 x 600 ribu = 7,2 juta rupiah.

Dari sisi volume (liter) yang saya habiskan adalah 90 liter per bulan, atau 1.080 liter per tahun. Jika, menggunakan BBG 100%, maka dana yang dibutuhkan adalah Rp 3.888.000,00 (harga BBG adalah Rp 3.600/liter).

'Tuh, 'kan. Lebih murah. Eits! Tunggu dulu.

Harga konverter kit BBG adalah Rp 9 juta. Harga ini ditambahkan kepada dana tahunan BBG tadi, sehingga total dana pada tahun pertama adalah Rp 12.888.000,00. Sehingga selisih penggunaan BBM dan BBG pada tahun pertama adalah Rp 5.688.000,00.

Selisih ini bisa "dikejar" atau terlimpah pada tahun ke dua. Tahun ke dua total dananya adalah Rp 9.576.000,00. Selisih penggunaan BBM dan BBG pada tahun ke dua adalah Rp 2.376.000,00.

Oleh karena itu, break event point (BEP) penggunaan konvesi kit BBG baru terjadi pada tahun ke tiga. Lain halnya jika 22,5 liter tadi dibelikan 100% Pertamax Plus. Setahun menghabiskan dana Rp 9.396.000,00. BEP terjadi di tahun ke dua.

Kesimpulan bagi saya adalah konversi BBM ke BBG memang ekonomis jika dihitung dana yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakarnya. Namun, menjadi tidak ekonomis jika menghitung ongkos pembelian konversion kit BBM ke BBG. Belum lagi tentang kesediaan SPBG yang masih langka seperti yang sempat disinggung di atas, sehingga masih perlu BBM sambil mencari SPBG.

Demikian. Semoga bermanfaat.

Gambar diolah dengan sumber:
1. Otomotifnet.com
2. Otomotifku.com
3. Okezone.com